Di susun untuk menyempurnakan tugas mata
kuliah.
Dosen Pembimbing : Robitha Faizah,SST.
Di Susun
Oleh kelompok 4
AMINATUZ ZUHRIYAH
DEWI ARISTA
EVI NORMALASARI
HELDAWATI
NIKMATUS SAROFAH
NUR RAHMAH
NUZUL FARIDAH
ROFIKA MAGHFIROTIN
SAPTI WULAN AFIT PRILIANA
SITIAINUR RAHMAH
SOLEHATI NUR FADILAH
DIII KEBIDANAN
STIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN GENGGONG PROBOLINGGO
2013/2014
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbilalamin, banyak
nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali yang kita ingat. Segala puji
hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat,
taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah dengan judul
“KEHILANGAN, KEMATIAN DAN PERAWATAN
PALLIATIF”
Dalam penyusunannya, penulis memperoleh
banyak bantuan dari berbagai pihak, karena itu penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada: Kedua orang tua yang telah memberikan dukungan,
kasih, dan kepercayaan yang begitu besar. Dari sanalah semua kesuksesan ini
berawal, semoga semua ini bisa memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun pada
langkah yang lebih baik lagi.
Meskipun penulis berharap isi dari
makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan, namun selalu ada yang kurang.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar skripsi
ini dapat lebih baik lagi.
Akhir kata penulis berharap agar makalah
ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Genggong, 09 Oktober 2013
Penyusun
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................. i
KATA PENGANTAR........................................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang........................................................................................ 1
1.2 Tujuan.................................................................................................... 1
1.3 Rumusan Masalah ................................................................................. 1
1.4 Manfaat................................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN TEORI.................................................................................. 2
2.1 Kehilangan.............................................................................................. 2
2.1.1 Definisi kehilangan......................................................................... 2
2.1.2 Tipe kehilangan............................................................................... 3
2.1.3 Jenis-jenis kehilangan...................................................................... 3
2.1.4 Rentang respon kehilangan.............................................................. 4
2.2 Berduka................................................................................................... 5
2.2.1 Definisi berduka.............................................................................. 5
2.2.2 Teori dari proses berduka................................................................ 5
BAB III PEMBAHASAN...................................................................................... 8
3.1 Pengertian kehilangan dan
berduka.......................................................... 8
3.1.2 Pengertian berduka.......................................................................... 8
3.2 Pengertian pasien yang
kritis..................................................................... 9
3.2.1 Pengertian klien yang kritis.............................................................. 9
3.2.2 Karakteristik situasi kritis................................................................. 9
3.3 Pengertian dan perbedaan
perawatan palliatif........................................... 10
3.3.1 Pengertian perawatan....................................................................... 10
3.3.2 Sejarah perawatan palliatif............................................................... 11
3.3.3 Karakteristik perawatan paliatif....................................................... 12
3.3.4
perbedaan paliatif treatment dan paliatif care.................................. 12
BAB IV PENUTUP............................................................................................... 13
4.1 Kesimpulan.............................................................................................. 13
4.2 Saran ....................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA
PENDAHULUAN
1.1 Latar
belakang
Kata kehilangan dan berduka telah sering kita dengar
dalam kehidapan sehari-hari. Rasa kehilangan merupakan pengalaman yang pernah
dialami oleh setiap individu selama kehidupannya. Setiap individu akan bereaksi
terhadap kehilangan. Kehilangan dapat berupa kehilangan yang nyata atau
kehilangan yang dirasakan. Kehilangan yang nyata merupakan kehilangan terhadap
orang atau objek yang dapat dirasakan, dilihat, diraba, atau dialami individu.
Kehilangan yang dirasakan merupakan kehilangan yang sifatnya unik berdasarkan
individu yang mengalami kedukaan. Berduka merupakan reaksi emosional terhadap
kehilangan. Masa kehilangan dan sering dipengaruhi oleh kebudayaan atau
kebiasaan.
1.2
Rumusan masalah
1. Bagaimana
konsep dasar kehilangan dan berduka ?
2. Bagaimana
pendampingan pada klien kritis ?
3. Apa
prinsip dasar perawatan paliatif ?
1.3
Tujuan
1. Dapat
menyebutkan konsep kehilangan dan berduka
2. Dapat
melaksanakan asuhan pada klien dengan masalah kehilangan dan berduka
3. Dapat
melakukan pendampingan pada klien kritis
4. Dapat
menyebutkan prinsip dasar perawatan paliatif
1.4
Manfaat
1. Mampu
memberikan asuhan pada klien yang menghadapi kehilangan dan kematian
2. Melatih
kesabaran dalam menghadapi permasalahan
3. Memahami
karakteristik individu
4. Mampu
memehami apa yang dialami orang lain dengan memberikan motivasi yang mampu
meringankan beban fikiran mereka
5. Melatih
diri untuk bersifat simpati dan empati terhadap orang lain
BAB
II
TINJAUAN
TEORI
2.1 Kehilangan
2.1.1
Definisi kehilangan
Kehilangan
adalah suatu situasi aktual maupun potensial yang dapat di alami individu
ketika terjadi perubahan dalam hidup atau berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada, baik sebagian ataupun keseluruhan. Rasa kehilangan merupakan
pengalaman yang pernah di alami oleh setiap individu selama kehidupannya. Sejak
lahir, individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya
kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.
Kita semua akan mati. Kematian tidak
bisa dihindari dan semua orang cepat atau lambat pasti akan menemuinya. Bagi
sebagian orang, kematian adalah hal yang menakutkan. Mereka tidak mau
memikirkan, apalagi membicarakannya. Sebagian orang lain menganggap kematian
adalah hal yang biasa, sebagai awal kehidupan baru di akhirat.Karena
setiap orang akan mati, setiap orang juga akan melalui proses sekarat. Ada yang
cepat, ada juga yang lambat, menyakitkan dan menyengsarakan. Di sinilah
perawatan paliatif diperlukan.
Kehilangan
merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak
ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan
merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada
menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi reaksi kehilangan, tergantung:
1. Arti dari kehilangan
2. Sosial budaya
3. kepercayaan / spiritual
4. Peran seks
5. Status social ekonomi
6. kondisi fisik dan psikologi individu
1. Arti dari kehilangan
2. Sosial budaya
3. kepercayaan / spiritual
4. Peran seks
5. Status social ekonomi
6. kondisi fisik dan psikologi individu
2.1.2
Tipe Kehilangan
Kehilangan
dibagi dalam 2 tipe yaitu:
1. Aktual atau nyata
Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, misalnya amputasi,
kematian orang yang sangat berarti / di cintai.
2. Persepsi
Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan, misalnya;
seseorang yang berhenti bekerja / PHK, menyebabkan perasaan
kemandirian dan kebebasannya menjadi menurun.
1. Aktual atau nyata
Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, misalnya amputasi,
kematian orang yang sangat berarti / di cintai.
2. Persepsi
Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan, misalnya;
seseorang yang berhenti bekerja / PHK, menyebabkan perasaan
kemandirian dan kebebasannya menjadi menurun.
2.1.3 Jenis-jenis Kehilangan
Terdapat
5 katagori kehilangan, yaitu:
·Kehilangan
seseorang seseorang yang dicintai
Kehilangan seseorang yang dicintai
dan sangat bermakna atau orang yang berarti adalah salah satu yang paling
membuat stress dan mengganggu dari tipe-tioe kehilangan, yang mana harus
ditanggung oleh seseorang.
Kematian
juga membawa dampak kehilangan bagi orang yang dicintai. Karena keintiman,
intensitas dan ketergantungan dari ikatan atau jalinan yang ada, kematian
pasangan suami/istri atau anak biasanya membawa dampak emosional yang luar
biasa dan tidak dapat ditutupi.
·
Kehilangan yang ada pada diri sendiri
(loss of self)
Bentuk
lain dari kehilangan adalah kehilangan diri atau anggapan tentang mental
seseorang. Anggapan ini meliputi perasaan terhadap keatraktifan, diri sendiri,
kemampuan fisik dan mental, peran dalam kehidupan, dan dampaknya. Kehilangan
dari aspek diri mungkin sementara atau menetap, sebagian atau komplit. Beberapa
aspek lain yang dapat hilang dari seseorang misalnya kehilangan pendengaran,
ingatan, usia muda, fungsi tubuh.
·
Kehilangan objek eksternal
Kehilangan
objek eksternal misalnya kehilangan milik sendiri atau bersama-sama, perhiasan,
uang atau pekerjaan. Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang terhadap benda
yang hilang tergantung pada arti dan kegunaan benda tersebut.
·
Kehilangan lingkungan yang sangat
dikenal
Kehilangan
diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang sangat dikenal termasuk dari
kehidupan latar belakang keluarga dalam waktu satu periode atau bergantian
secara permanen. Misalnya pindah kekota lain, maka akan memiliki tetangga yang
baru dan proses penyesuaian baru.
·
Kehilangan kehidupan/ meninggal
Seseorang
dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan respon pada kegiatan dan
orang disekitarnya, sampai pada kematian yang sesungguhnya. Sebagian orang
berespon berbeda tentang kematian.
2.1.4 Rentang Respon Kehilangan
Denial—–>
Anger—–> Bergaining——> Depresi——> Acceptance
1. Fase denial/penolakan
a. Reaksi pertama adalah syok, tidak mempercayai kenyataan
b. Verbalisasi;” itu tidak mungkin”, “ saya tidak percaya itu terjadi ”.
c. Perubahan fisik; letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan,
detak jantung cepat, menangis, gelisah.
a. Reaksi pertama adalah syok, tidak mempercayai kenyataan
b. Verbalisasi;” itu tidak mungkin”, “ saya tidak percaya itu terjadi ”.
c. Perubahan fisik; letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan,
detak jantung cepat, menangis, gelisah.
2. Fase anger /
marah
a. Mulai sadar akan kenyataan
b. Marah diproyeksikan pada orang lain
c. Reaksi fisik; muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan
mengepal.
d. Perilaku agresif.
a. Mulai sadar akan kenyataan
b. Marah diproyeksikan pada orang lain
c. Reaksi fisik; muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan
mengepal.
d. Perilaku agresif.
3. Fase
bergaining / tawar- menawar.
a. Verbalisasi; “ kenapa harus terjadi pada saya ? “ kalau saja yang sakit
bukan saya “ seandainya saya hati-hati “.
a. Verbalisasi; “ kenapa harus terjadi pada saya ? “ kalau saja yang sakit
bukan saya “ seandainya saya hati-hati “.
4. Fase depresi
a. Menunjukan sikap menarik diri, tidak mau bicara atau putus asa.
b. Gejala ; menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun.
a. Menunjukan sikap menarik diri, tidak mau bicara atau putus asa.
b. Gejala ; menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun.
5. Fase
acceptance
a. Pikiran pada objek yang hilang berkurang.
b. Verbalisasi ;” apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh”, “yah, akhirnya saya harus operasi “
a. Pikiran pada objek yang hilang berkurang.
b. Verbalisasi ;” apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh”, “yah, akhirnya saya harus operasi “
2.2 Berduka
2.2.1 Definisi berduka
Berduka
adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang
dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah
tidur, dan lain-lain.
Berduka
merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada
dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.
Berduka
diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam
merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang,
hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya
kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.
Berduka
disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang
responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial,
hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus
ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.
2.2.2 Teori dari Proses Berduka
Tidak
ada cara yang paling tepat dan cepat untuk menjalani proses berduka. Konsep dan
teori berduka hanyalah alat yang hanya dapat digunakan untuk mengantisipasi
kebutuhan emosional klien dan keluarganya dan juga rencana intervensi untuk
membantu mereka memahami kesedihan mereka dan mengatasinya. Peran perawat
adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh
berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk empati.
- Teori Engels
Menurut
Engel (1964) proses berduka mempunyai beberapa fase yang dapat diaplokasikan
pada seseorang yang sedang berduka maupun menjelang ajal.
·
Fase I (shock dan tidak percaya)
Seseorang
menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk malas, atau
pergi tanpa tujuan. Reaksi secara fisik termasuk pingsan, diaporesis, mual,
diare, detak jantung cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan kelelahan.
- Fase II (berkembangnya kesadaran)
Seseoarang
mulai merasakan kehilangan secara nyata/akut dan mungkin mengalami putus asa.
Kemarahan, perasaan bersalah, frustasi, depresi, dan kekosongan jiwa tiba-tiba
terjadi.
- Fase III (restitusi)
Berusaha
mencoba untuk sepakat/damai dengan perasaan yang hampa/kosong, karena
kehilangan masih tetap tidak dapat menerima perhatian yang baru dari seseorang
yang bertujuan untuk mengalihkan kehilangan seseorang.
- Fase IV
Menekan
seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan terhadap almarhum. Bisa merasa
bersalah dan sangat menyesal tentang kurang perhatiannya di masa lalu terhadap
almarhum.
- Fase V
Kehilangan
yang tak dapat dihindari harus mulai diketahui/disadari. Sehingga pada fase ini
diharapkan seseorang sudah dapat menerima kondisinya. Kesadaran baru telah
berkembang.
- Teori Kubler-Ross
Kerangka
kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) adalah berorientasi pada perilaku
dan menyangkut 5 tahap, yaitu sebagai berikut:
a) Penyangkalan
(Denial)
Individu
bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat menolak untuk
mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan. Pernyataan seperti “Tidak, tidak
mungkin seperti itu,” atau “Tidak akan terjadi pada saya!” umum dilontarkan
klien.
b) Kemarahan (Anger)
Individu
mempertahankan kehilangan dan mungkin “bertindak lebih” pada setiap orang dan
segala sesuatu yang berhubungan dengan lingkungan. Pada fase ini orang akan
lebih sensitif sehingga mudah sekali tersinggung dan marah. Hal ini merupakan
koping individu untuk menutupi rasa kecewa dan merupakan menifestasi dari
kecemasannya menghadapi kehilangan.
c) Penawaran
(Bargaining)
Individu
berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang halus atau jelas untuk
mencegah kehilangan. Pada tahap ini, klien sering kali mencari pendapat orang
lain.
d) Depresi
(Depression)
Terjadi
ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna kehilangan
tersebut. Tahap depresi ini memberi kesempatan untuk berupaya melewati
kehilangan dan mulai memecahkan masalah.
e) Penerimaan
(Acceptance)
Reaksi
fisiologi menurun dan interaksi sosial berlanjut. Kubler-Ross mendefinisikan
sikap penerimaan ada bila seseorang mampu menghadapi kenyataan dari pada hanya
menyerah pada pengunduran diri atau berputus asa.
- Teori Martocchio
Martocchio
(1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang mempunyai lingkup yang tumpang
tindih dan tidak dapat diharapkan. Durasi kesedihan bervariasi dan bergantung
pada faktor yang mempengaruhi respon kesedihan itu sendiri. Reaksi yang terus
menerus dari kesedihan biasanya reda dalam 6-12 bulan dan berduka yang mendalam
mungkin berlanjut sampai 3-5 tahun.
- Teori Rando
Rando (1993)
mendefinisikan respon berduka menjadi 3 katagori:
- Penghindaran
Pada tahap ini
terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya.
- Konfrontasi
Pada
tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara
berulang-ulang melawan kehilangan mereka dan kedukaan mereka paling dalam dan
dirasakan paling akut.
- Akomodasi
Pada
tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan akut dan mulai memasuki
kembali secara emosional dan sosial dunia sehari-hari dimana klien belajar
untuk menjalani hidup dengan kehidupan mereka.
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1 Pengertian
Kehilangan dan Berduka
3.1.1
Pengertian Kehilangan
Kehilangan
dan berduka merupakan bagian integral dari kehidupan. Kehilangan adalah suatu
kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal yang berarti
sejak kejadian tersebut. Kehilangan mungkin terjadi secara bertahap atau
mendadak, bisa tanpa kekerasan atau traumatik, diantisispasi atau tidak
diharapkan/diduga, sebagian atau total dan bisa kembali atau tidak dapat
kembali.
Kehilangan
adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada,
kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan (Lambert
dan,1985,h.35). Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap
individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami
kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang
berbeda.
Kehilangan
merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak
ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki.
3.1.2
Pengertian Berduka
Berduka
adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang dimanifestasikan
adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain.
Berduka
merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada
dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.
Berduka
diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam
merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang,
hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya
kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.
Berduka
disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang
responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun
potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipeini kadang-kadang
menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.
3.2 Pengertian
pasien yang kritis
3.2.1
Pengertian klien yang
kritis
Definisi pasien kritis adalah perubahan dalm
proses yang mengindikasikan hasilnya sembuh atau mati, sedangkan dalam bahasa
yunani artinya berubah atau berpisah.
Definisi: pasien kritis adalah pasien dengan disfungsi atau gagal pada satu atau lebih sistem tubuh, tergantung pada penggunaan peralatan monitoring dan terapi.
Suatu perawatan intensif adalah perawatan yang menggabungkan teknologi tinggi dengan keahlian khusus dalam bidang perawatan dan kedokteran gawat darurat yang dibutuhkan untuk merawat pasien sakit kritis.
Definisi: pasien kritis adalah pasien dengan disfungsi atau gagal pada satu atau lebih sistem tubuh, tergantung pada penggunaan peralatan monitoring dan terapi.
Suatu perawatan intensif adalah perawatan yang menggabungkan teknologi tinggi dengan keahlian khusus dalam bidang perawatan dan kedokteran gawat darurat yang dibutuhkan untuk merawat pasien sakit kritis.
3.2.2
Karakteristik situasi
kritis
Pasien
kritis adalah pasien yang memerlukan pemantauan yang canggih dan terapi yang
intensif.
Prioritas pasien yang dikatakan kritis
Prioritas pasien yang dikatakan kritis
- Pasien
prioritas 1
kelompok ini merupakan pasien sakit kritis ,tidak stabil,yang memerlukan perawatan inensif ,dengan bantuan alat – alat ventilasi ,monitoring, dan obat – obatan vasoakif kontinyu dan lain – pain.misalnya pasien bedah kardiotorasik,atau pasien shock septik.pertimbangkan juga derajat hipoksemia, hipotensi, dibawah tekanan darah tertentu. - Pasien
prioritas 2
pasien ini memerluakn pelayanan pemantauan canggih dari icu.jenis pasien ini beresiko sehingga memerlukan terapi segera,karenanya pemantauan intensif menggunakan metoda seperti pulmonary arteri cateteter sangat menolong.misalnya pada pasien penyakit jantung,paru,ginjal, yang telah mengalami pembedahan mayor.pasien prioritas 2 umumnya tidak terbatas macam terapi yang diterimanya. - Pasien
prioritas 3
pasien jenis ini sakit kritis dan tidak stabil, dimana status kesehatan sebelumnya,penyakit yang mendasarinya atau penyakit akutnya, baik masing – masing atau kombinasinya,sangat mengurangi kemungkinan sembuh dan atau mendapat manfaat dari terapi icu.
contoh – conoh pasien ini adalah pasien dengan keganasan metastasik disertai penyulit infeksi pericardial tamponade,atau sumbatan jalan napas atau pasien menderita penyakit jantung atau paru terminal disertai komplikasi penyakit akut berat.pasien – pasien prioritas 3 mungkin mendapat terapi intensif untuk mengatasi penyakit akut berat.pasien – pasien prioritas 3 mungkin mendapat terapi intensif untuk mengatasi penyakit akut,tetapi usaha terapi mungkin tidak sampai melakukan intubasi dan resusitasi kardio pulmoner.
Tugas dan tanggung jawab perawat dalam penatalaksanaan pasien kritis
Tujuan
Menyelamatkan kehidupan
1.Mencegah terjadinya kondisi memburuk dan komplikasi melalui
observasi dan 2.monitoring ketat disertai kemampuan
menginterprestasikan setiap data yang didapat dan melakukan
tindak lanjut.
3.Meningkatkan kualitas hidup pasien dan mempertahankan
kehidupan.
4.Mengoptimalkan kemampuan fungsi organ tubuh pasien.
5.Mengurangi angka kematian dan kecacatan pasien kritis dan
mempercepat proses penyembuhan pasien.
3.3 Pengertian
dan Perbedaan Perawatan Palliatif
3.3.1
Pengertian Perawatan
Palliatif
Perawatan
paliatif adalah perawatan kesehatan terpadu yang bersifat aktif dan menyeluruh,
dengan pendekatan multidisiplin yang terintegrasi. Tujuannya untuk mengurangi
penderitaan pasien, memperpanjang umurnya, meningkatkan kualitas hidupnya, juga
memberikan support kepada keluarganya. Meski pada akhirnya pasien meninggal,
yang terpenting sebelum meninggal dia sudah siap secara psikologis dan
spiritual, serta tidak stres menghadapi penyakit yang dideritanya.
Jadi,
tujuan utama perawatan paliatif bukan untuk menyembuhkan penyakit. Dan yang ditangani
bukan hanya penderita, tetapi juga keluarganya.
Dulu perawatan ini hanya diberikan kepada pasien kanker yang secara medis sudah tidak dapat disembuhkan lagi, tetapi kini diberikan pada semua stadium kanker, bahkan juga pada penderita penyakit-penyakit lain yang mengancam kehidupan seperti HIV/AIDS dan berbagai kelainan yang bersifat kronis.
Menurut dr.
Maria A. Witjaksono, dokter Palliative Care Rumah Sakit Kanker Dharmais,
Jakarta, prinsip-prinsip perawatan paliatif adalah sebagai berikut:
1.
Menghargai setiap kehidupan.
2.
Menganggap kematian sebagai proses yang
normal.
3.
Tidak mempercepat atau menunda kematian.
4.
Menghargai keinginan pasien dalam
mengambil keputusan.
5.
Menghilangkan nyeri dan keluhan lain
yang menganggu.
6.
Mengintegrasikan aspek psikologis,
sosial, dan spiritual dalam perawatan pasien dan keluarga.
7.
Menghindari tindakan medis yang sia-sia.
8.
Memberikan dukungan yang diperlukan agar
pasien tetap aktif sesuai dengan kondisinya sampai akhir hayat.
9.
Memberikan dukungan kepada keluarga
dalam masa duka cita.
3.3.2
Sejarah
perawatan paliatif
Perawatan
paliatif mulai dikenalkan pada tahun 60-an di Inggris oleh Cicely Saunders. Dia
adalah peletak konsep dasar perawatan paliatif. Sebagai perawat, pekerja sosial
dan kemudian dokter, Cicely banyak menghadapi pasien yang sakit parah dan
tergerak untuk melakukan sesuatu bagi mereka. Filosofi dasar perawatannya
adalah bahwa kematian adalah fenomena yang sama alaminya dengan kelahiran,
sehingga melihat kematian sebagai proses yang harus meneguhkan hidup dan bebas
dari rasa sakit.
Berkat jasanya,
saat ini ada sekitar 220 panti perawatan paliatif (hospis) di Inggris dan lebih
dari 8.000 di seluruh dunia. Di Indonesia, perawatan paliatif baru mulai
berkembang akhir-akhir ini. Perawatan paliatif pertama dimulai pada tahun 1992
oleh RS Dr. Soetomo (Surabaya), yang disusul oleh RS Cipto Mangunkusumo
(Jakarta), RS Kanker Dharmais (Jakarta), RS Wahidin Sudirohusodo (Makassar), RS
Dr. Sardjito (Yogyakarta), dan RS Sanglah (Denpasar).
3.3.3
Karakteristik
perawatan paliatif
Perawatan
paliatif sangat luas dan melibatkan tim interdisipliner yang tidak hanya
mencakup dokter dan perawat tetapi mungkin juga ahli gizi, ahli fisioterapi,
pekerja sosial, psikolog/psikiater, rohaniwan, dan lainnya yang bekerja secara
terkoordinasi dan melayani sepenuh hati. Perawatan dapat dilakukan secara rawat
inap, rawat jalan, rawat rumah (home care), day care dan respite
care. Rawat rumah dilakukan dengan kunjungan ke rumah pasien, terutama
mereka yang tidak dapat pergi ke rumah sakit. Kunjungan dilakukan oleh tim
untuk memantau dan memberikan solusi atas masalah-masalah yang dialami pasien
dan keluarganya, baik masalah medis maupun psikis, sosial, dan spiritual. Day
care adalah menitipkan pasien selama jam kerja jika pendamping atau
keluarga yang merawatnya memiliki keperluan lain (seperti day care pada
penitipan anak). Sedangkan respite care adalah layanan yang bersifat
psikologis melalui konseling dengan psikolog atau psikiater, bersosialisasi
dengan penderita kanker lain, mengikuti terapi musik, dll.
Beberapa karakteristik perawat paliatif
adalah:
- Mengurangi rasa sakit dan keluhan lain yang mengganggu.
- Menghargai kehidupan dan menyambut kematian sebagai proses yang normal.
- Tidak berusaha mempercepat atau menunda kematian.
- Mengintegrasikan aspek psikologis dan spiritual dalam perawatan pasien.
- Membantu pasien hidup seaktif mungkin sampai akhir hayat.
- Membantu keluarga pasien menghadapi situasi selama masa sakit dan setelah kematian.
- Menggunakan pendekatan tim untuk memenuhi kebutuhan pasien dan keluarganya, termasuk konseling masa duka cita, jika diindikasikan.
- Meningkatkan kualitas hidup, dan mungkin juga secara positif memengaruhi perjalanan penyakit.
- Bersamaan dengan terapi lainnya yang ditujukan untuk memperpanjang usia, seperti kemoterapi atau terapi radiasi, dan mencakup penyelidikan yang diperlukan untuk lebih memahami dan mengelola komplikasi klinis yang berat.
3.3.4
Perbedaan Perawatan Palliatif treatment
dan paliatif care
Perawatan palliatif itu sendiri yaitu pendekatan
dokter atau perawat kepada pasien dengan tujuan mensupport,mengurangi rasa
sakit pada pasien,meyakinkan pasien agar tidak takut akan kematian bahwasannya
kematian itu adalah proses yang normal.
Sedangkan pengobatan palliatif itu sendiri bias dilakukan dengan memberikan meringankan gejala,mengecilkan tumor,mengurangi tekanan pada saraf atau jaringan sekitarnya dengan cara:kemoterapi,radioterapi,terapi hormon,terapi biologi,dll
Sedangkan pengobatan palliatif itu sendiri bias dilakukan dengan memberikan meringankan gejala,mengecilkan tumor,mengurangi tekanan pada saraf atau jaringan sekitarnya dengan cara:kemoterapi,radioterapi,terapi hormon,terapi biologi,dll
BAB
IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Ø Kehilangan
merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak
ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan
merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada
menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.
Ø Berduka
merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada
dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.
Ø Berduka
diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam
merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang,
hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya
kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.
Ø Berduka
disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang
responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun
potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini
kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.
Ø Peran
perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, mengenali
pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk empati.
4.2 Saran
Demikain lah makalah yang kami buat apabila ada kesalahan dalam penulisan
diharapkan kepada pembaca untuk berkenan memberikan pendapat dan saran, supaya
makalah ini mendekati kesempurnaan. Atas pendapat dan sarannya kami ucapkan
terima kasih.
DAFTAR
PUSTAKA
Potter & Perry. 2005. Fundamental
Keperawatan volume 1. Jakarta: EGC.
Suseno, Tutu April. 2004. Pemenuhan
Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan, Kematian danBerduka dan Proses keperawatan.
Jakarta: Sagung Seto.
Townsend, Mary C. 1998. Diagnosa
Keperawatan pada Keperawatn Psikiatri, Pedoman UntukPembuatan Rencana Perawatan
Edisi 3. Jakarta: EGC.
stikes.fortdekock.ac.id
Stuart and Sundeen. 1998. Buku Saku
Keperawatan Jiwa, ed.3. Jakarta: ECG.
www.Titah Rahayu/rumahkanker.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar