LAPORAN PENDAHULUAN
TENTANG PENYAKIT ASMA
Dosen pembimbing:
Iit Ermawati,Amd.Keb.,S.Kep.,M.Kes
DISUSUN OLEH:
SOLEHATI NUR FADILAH
D
III KEBIDANAN
STIKES
HAFSHAWATY ZAINUL HASAN GENGGOG
TAHUN
AKADEMI 2013/ 2014
LEMBAR PERSETUJUAN
Laporan
Pendahuluan
“Tentang
Penyakit Asma”
Yang
Disusun Oleh:
SOLEHATI NUR FADILAH
Sudah selesai
dengan outline dan telah disetujui oleh Dosen Pembimbing untuk mendapat
pengesahan sebagaimana mestinya.
Genggong,
03 November 2013
Menyetujui
Dosen
pembimbing
IIT ERMAWATI,Amd.Keb.,S.Kep.,M.Kes
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka kejadian penyakit alergi
akhir-akhir ini meningkat sejalan dengan perubahan pola hidup masyarakat
modern, polusi baik lingkungan maupun zat-zat yang ada di dalam makanan. Salah
satu penyakit alergi yang banyak terjadi di masyarakat adalah penyakit asma.
Asma adalah satu diantara beberapa
penyakit yang tidak bisa disembuhkan secara total. Kesembuhan dari satu
serangan asma tidak menjamin dalam waktu dekat akan terbebas dari ancaman
serangan berikutnya. Apalagi bila karena pekerjaan dan lingkungannya serta
faktor ekonomi, penderita harus selalu berhadapan dengan faktor alergen yang
menjadi penyebab serangan. Biaya pengobatan simptomatik pada waktu serangan
mungkin bisa diatasi oleh penderita atau keluarganya, tetapi pengobatan
profilaksis yang memerlukan waktu lebih lama, sering menjadi problem
tersendiri.
Peran dokter dalam mengatasi
penyakit asma sangatlah penting. Dokter sebagai pintu pertama yang akan diketuk
oleh penderita dalam menolong penderita asma, harus selalu meningkatkan
pelayanan, salah satunya yang sering diabaikan adalah memberikan edukasi atau
pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan kepada penderita dan keluarganya
akan sangat berarti bagi penderita, terutama bagaimana sikap dan tindakan yang
bisa dikerjakan pada waktu menghadapi serangan, dan bagaimana caranya mencegah
terjadinya serangan asma.
Dalam tiga puluh tahun terakhir terjadi peningkatan prevalensi (kekerapan
penyakit) asma terutama di negara-negara maju. Kenaikan prevalensi asma di Asia
seperti Singapura, Taiwan, Jepang, atau Korea Selatan juga mencolok. Kasus asma
meningkat insidennya secara dramatis selama lebih dari lima belas tahun, baik
di negara berkembang maupun di negara maju. Beban global untuk penyakit ini
semakin meningkat. Dampak buruk asma meliputi penurunan kualitas hidup, produktivitas
yang menurun, ketidakhadiran di sekolah, peningkatan biaya kesehatan, risiko
perawatan di rumah sakit dan bahkan kematian. (Muchid dkk,2007)
Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian
di Indonesia, hal ini tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT)
di berbagai propinsi di Indonesia. Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun
1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab kesakitan
(morbiditas) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992,
asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian ke- 4 di
Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia
sebesar 13/1000, dibandingkan bronkitis kronik 11/1000 dan obstruksi paru
2/1000. Studi pada anak usia SLTP di Semarang dengan menggunakan kuesioner
International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC), didapatkan
prevalensi asma (gejala asma 12 bulan terakhir/recent asthma) 6,2 % yang 64 %
diantaranya mempunyai gejala klasik.
Maka disini kami akan memaparkan tentang
Asma Bronchial yang nantinya akan dibutuhkan oleh kita selaku askep. Didalamnya
terkandung Definisi Penyakit Asma
Bronchial, Etiologi Penyakit Asma Bronchial, Patofisiologi Penyakit asma bronkial, Gejala Klinis Penyakit Asma
Bronchial, Diagnosis Penyakit Asma Bronchial dan Pencegahan Penyakit Asma
Bronchial.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian
yang ada diatas maka dapat di rumuskan masalah sebagai berikut:
- Bagaimana definisi Asma Bronchial ?
- Bagaimana etiologi Asma Bronchial ?
- Bagaimana patofisiologi Asma Bronchial ?
- Bagaimana gejala klinis Asma Bronchial ?
- Bagaimana diagnosis Asma Bronchial ?
- Bagaimana pencegahan Asma Bronchial ?
C. Tujuan
1. Menjelaskan definisi Asma Bronchial
2. Menjelaskan etiologi Asma
Bronchial
3. Menjelaskan patofisiologi
Asma Bronchial
4. Menjelaskan gejala klinis
Asma Bronchial
5. Menjelaskan diagnosis
Asma Bronchial
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Asma adalah
suatu kadaan klinik yang ditandai oleh terjadinya penyempitan bronkus yang
berulang namun reversibel, dan diantara episode penyempitan bronkus tersebut
terdapat keadaan ventilasi yang lebih normal. Keadaan ini pada orang-orang yang
rentan terkena asma mudah ditimbulkan oleh berbagai rangsangan, yang menandakan suatu keadaan hipere aktivitas bronkus yang
khas.Penyakit asma adalah penyakit yang terjadi akibat adanya
penyempitan saluran pernapasan sementara waktu sehingga sulit bernapas. Asma
terjadi ketika ada kepekaan yang meningkat
terhadap rangsangan dari lingkungan sebagai pemicunya. Diantaranya
adalah dikarenakan gangguan emosi, kelelahan jasmani,perubahan cuaca,
temperatur, debu, asap, bau-bauan yang merangsang, infeksisaluran napas, faktor
makanan dan reaksi alergi.
Penyakit asma bronkial di masyarakat
sering disebut sebagai bengek, asma, mengi, ampek, sasak angok, dan berbagai
istilah lokal lainnya. Asma merupakan suatu penyakit gangguan jalan nafas
obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode
bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai
rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas.
Orang yang menderita asma
memiliki ketidak mampuan mendasar dalam mencapai angka aliran udara normal
selama pernapasan (terutama pada ekspirasi). Ketidak mampuan ini tercermin
dengan rendahnya volume udara yang dihasilkan sewaktu
melakukan usaha eksirasi paksa pada detik pertama. Karena banyak saluran
udara yang menyempit tidak dapat dialiri dan dikosongkan secara cepat,tidak
terjadi aerasi paru dan hilangnya ruang penyesuaian normal antara ventilasidan
aliran darah paru. Turbulensi arus udara dan getaran mukus bronkus
mengakibatkan suara mengi yang terdengar jelas selama serangan asma, namun
tanda fisik ini juga terlihat mencolok pada masalah saluran napas
obstruktif.Diantara serangan asma, pasien bebas dari mengi dan gejala, walaupun
reaktivitas bronkus meningkat dan kelainan pada ventilasi tetap berlanjut.
Namun, pada asmakronik, masa tanpa serangan
dapat menghilang, sehingga mengakibatkan keadaan asma yang
terus-menenrus yang sering disertai infeksi bakteri sekunder.
B. Etiologi
Sampai saat ini etiologi dari asma
bronchial belum diketahui. Berbagai teori sudah diajukan, akan tetapi yang
paling disepakati adalah adanya gangguan parasimpatis (hiperaktivitas saraf
kolinergik), gangguan simpatis (blok pada reseptor beta adrenergic dan
hiperaktifitas reseptor alfa adrenergik).
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat
diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
1. Ekstrinsik (alergik).
Ditandai dengan reaksi alergik yang
disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk
bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur.
Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik
terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik
seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
2. Intrinsik (non alergik).
Ditandai dengan adanya reaksi non
alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak
diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi
saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering
sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik
dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini
mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.
Berdasarkan Keparahan Penyakitnya :
a.
Asma intermiten
Gejala muncul < 1 kali
dalam 1 minggu, eksaserbasi ringan dalam beberapa jam atau hari, gejala asma
malam hari terjadi < 2 kali dalam 1 bulan, fungsi paru normal dan
asimtomatik di antara waktu serangan, Peak Expiratory Folw (PEF) dan Forced
Expiratory Value in 1 second (PEV1) > 80% b. Asma ringan
Gejala muncul > 1 kali dalam 1 minggu tetapi < 1 kali dalam 1 hari,
eksaserbasi mengganggu aktifitas atau tidur, gejala asma malam hari terjadi
> 2 kali dalam 1 bulan, PEF dan PEV1 > 80%
b.
Asma sedang (moderate)
Gejala muncul tiap hari, eksaserbasi mengganggu aktifitas atau tidur, gejala
asma malam hari terjadi >1 kali dalam 1 minggu, menggunakan inhalasi beta 2
agonis kerja cepat dalam keseharian, PEF dan PEV1 >60% dan < 80%
c.
Asma parah (severe)
Gejala terus menerus terjadi, eksaserbasi sering terjadi, gejala asma malam
hari sering terjadi, aktifitas fisik terganggu oleh gejala asma, PEF dan PEV1
< 60%
Ada
beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya
serangan asma bronchial:
1. Faktor
predisposisi
a. Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya
bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika
terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran
pernafasannya juga bisa diturunkan.
2.
Faktor presipitasi
a. Alergen
Dimana
alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri
dan polusi
2. Ingestan, yang masuk melalui mulut
ex: makanan dan obat-obatan
3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
ex: perhiasan, logam dan jam tangan
3. Perubahan
cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan
yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan
faktor pemicu terjadinya serangan asma.
Kadang-kadang
seranganberhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim
bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
4.
Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga
bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang
timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi
perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika
stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
5.
Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan
sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja.
Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik
asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas
jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan
asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai
aktifitas tersebut.
C. Patofisiologi
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos
bronkhiolus yang menyebabkan sukar bernapas. Penyebab yang umum adalah
hipersensitivitas bronkhiolus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang
timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut :
seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody
Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi
bila reaksi dengan antigen spesifikasinya.
Pada asma, antibody ini terutama
melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan
erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen
maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi
yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan
berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat
(yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin.
Efek gabungan dari semua factor-faktor ini akan menghasilkan edema lokal pada dinding
bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus
dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas
menjadi sangat meningkat.
Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama
ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru
selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah
tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan
eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada
penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat,
tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas
residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama
serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini
bisa menyebabkan barrel chest.
Klasifikasi
Derajat
|
Gejala
|
Gejala malam
|
Faal paru
|
Intermiten
|
Gejala kurang dari 1x/minggu
Asimtomatik
|
Kurang dari 2 kali dalam sebulan
|
APE > 80%
|
Mild persistan
|
-Gejala lebih dari 1x/minggu tapi kurang dari 1x/hari
-Serangan dapat menganggu aktivitas dan tidur
|
Lebih dari 2 kali dalam sebulan
|
APE >80%
|
Moderate persistan
|
-Setiap hari,
-Serangan 2 kali/seminggu, bisa berahari-hari.
-Menggunakan obat setiap hari
-Aktivitas & tidur terganggu
|
Lebih 1 kali dalam seminggu
|
APE 60-80%
|
Severe persistan
|
- Gejala Kontinyu
-Aktivitas terbatas
-Sering serangan
|
Sering
|
APE <60%
|
D. Gejala Klinis
Keluhan utama penderita asma ialah sesak napas mendadak,
disertai fase inspirasi yang lebih pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi,
dan diikuti bunyi mengi (wheezing), batuk yang disertai serangn napas yang
kumat-kumatan. Pada beberapa penderita asma, keluhan tersebut dapat ringan,
sedang atau berat dan sesak napas penderita timbul mendadak, dirasakan makin
lama makin meningkat atau tiba-tiba menjadi lebih berat.
Wheezing terutama terdengar saat ekspirasi. Berat ringannya
wheezing tergantung cepat atau lambatnya aliran udara yang keluar masuk paru.
Bila dijumpai obstruksi ringan atau kelelahan otot pernapasan, wheezing akan
terdengar lebih lemah atau tidak terdengar sama sekali. Batuk hamper selalu
ada, bahkan seringkali diikuti dengan dahak putih berbuih. Selain itu, makin
kental dahak, maka keluhan sesak akan semakin berat.
Dalam keadaan sesak napas hebat, penderita lebih menyukai
posisi duduk membungkuk dengan kedua telapak tangan memegang kedua lutut.
Posisi ini didapati juga pada pasien dengan Chronic Obstructive Pulmonary
Disease (COPD). Tanda lain yang menyertai sesak napas adalah pernapasan cuping
hidung yang sesuai dengan irama pernapasan. Frekuensi pernapasan terlihat
meningkat (takipneu), otot Bantu pernapasan ikut aktif, dan penderita tampak
gelisah. Pada fase permulaan, sesak napas akan diikuti dengan penurunan PaO2
dan PaCO2, tetapi pH normal atau sedikit naik. Hipoventilasi yang terjadi
kemudian akan memperberat sesak napas, karena menyebabkan penurunan PaO2 dan pH
serta meningkatkan PaCO2 darah. Selain itu, terjadi kenaikan tekanan darah dan
denyut nadi sampai 110-130/menit, karena peningkatan konsentrasi katekolamin
dalam darah akibat respons hipoksemia.
E. Diagnosis asma bronkial
1.
Anamnesa
·
Keluhan sesak nafas, mengi, dada terasa berat atau tertekan,
batuk berdahak yang tak kunjung
sembuh, atau batuk malam hari.
·
Semua keluhan biasanya bersifat episodik dan reversible.
·
Mungkin ada riwayat keluarga dengan penyakit yang sama atau
penyakit alergi yang lain.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : penderita tampak
sesak nafas dan gelisah, penderita lebih nyaman dalam posisi duduk.
b. Jantung : pekak
jantung mengecil, takikardi.
c. Paru :
· Inspeksi
: dinding torak tampak mengembang, diafragma terdorong ke
bawah.
· Auskultasi :
terdengar wheezing (mengi), ekspirasi memanjang.
· Perkusi
: hipersonor
· Palpasi : Vokal
Fremitus kanan=kiri
3. Pemeriksaan
Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
meliputi :
a.
Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum pada penderita asma
akan didapati :
·
Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi
dari kristal eosinopil.
·
Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel
cetakan) dari cabang bronkus.
·
Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
·
Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya
bersifat mukoid dengan viskositas yang
tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
b.
Pemeriksaan darah
·
Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula
terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
·
Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
·
Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas
15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
·
Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan
dari Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
c. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah
dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi
bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
Bila
disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
o Bila terdapat komplikasi empisema
(COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin
bertambah.
o Bila terdapat komplikasi, maka
terdapat gambaran infiltrate pada paru
o Dapat pula menimbulkan gambaran
atelektasis lokal.
o Bila terjadi pneumonia mediastinum,
pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran
radiolusen pada paru-paru
d. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor
alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada
asma. Pemeriksaan menggunakan tes tempel.
e. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang
terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan
gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :
·
Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right
axis deviasi dan clockwise rotation.
·
Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni
terdapatnya RBB (Right bundle branch block).
·
Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia,
SVES, dan
·
VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.
f. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversible, cara yang
paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan
dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah
pemberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik.
Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma.
Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan
spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting
untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Banyak penderita tanpa
keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.
(Medicafarma,2008)
g. Uji provokasi
bronkus untuk membantu diagnosis
Pengobatan profilaksis dianggap
merupakan cara pengobatan yang paling rasional,
karena sasaran obat-obat tersebut langsung pada faktor-faktor yang
menyebabkan bronkospasme. Pada umumnya pengobatan profilaksis berlangsung dalam
jangka panjang, dengan cara kerja obat sebagai berikut :
·
Menghambat pelepasan mediator.
·
Menekan hiperaktivitas bronkus.
Hasil yang diharapkan dari
pengobatan profilaksis adalah :
a. Bila mungkin bisa menghentikan obat simptomatik.
b. Menghentikan atau mengurangi pemakaian steroid.
c. Mengurangi banyaknya jenis obat dan dosis yang dipakai.
a. Bila mungkin bisa menghentikan obat simptomatik.
b. Menghentikan atau mengurangi pemakaian steroid.
c. Mengurangi banyaknya jenis obat dan dosis yang dipakai.
d.
Mengurangi tingkat keparahan penyakit, mengurangi frekwensi serangan dan
meringankan beratnya serangan.
Obat
profilaksis yang biasanya digunakan adalah :
a. Steroid dalam bentuk aerosol.
b. Disodium Cromolyn.
c. Ketotifen.
d. Tranilast.
a. Steroid dalam bentuk aerosol.
b. Disodium Cromolyn.
c. Ketotifen.
d. Tranilast.
F. Pencegahan
a. Menjauhi alergen, bila perlu desensitisasi
b. Menghindari kelelahan
c. Menghindari stress psikis
d. Mencegah/mengobati ISPA sedini mungkin
e. Olahraga renang, senam asma.
BAB III
KESIMPULAN
Asma bronchial adalah
suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat
reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon
trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan
jalan nafas. Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan
menjadi 3 tipe, yaitu : Ekstrinsik (alergik), Intrinsik (non alergik) ,Asma
gabungan.
Dan ada beberapa hal yang
merupakan faktor penyebab timbulnya serangan asma bronkhial yaitu:
faktor
predisposisi(genetic), faktor presipitasi(alergen, perubahan cuaca, stress,
lingkungan kerja, olahraga/ aktifitas jasmani yang berat). Pencegahan serangan
asma dapat dilakukan dengan:
a. Menjauhi
alergen, bila perlu desensitisasi
b. Menghindari
kelelahan
c. Menghindari
stress psikis
d. Mencegah/mengobati
ISPA sedini mungkin
e. Olahraga
renang, senam asma
Saran
Dengan
disusunnya makalah ini mengharapkan kepada semua pembaca agar dapat menelaah
dan memahami apa yang telah terulis dalam makalah ini sehingga sedikit banyak
bisa menambah pengetahuan pembaca. Disamping itu saya juga mengharapkan saran
dan kritik dari para pembaca sehinga kami bisa berorientasi lebih baik pada
makalah kami selanjutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar